Rabu, 15 Oktober 2014



REFLEKSI UNTUK KOPERASI INDONESIA YANG LEBIH BAIK MELALUI UU NOMOR 17 TAHUN 2012

Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga  perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Sayangnya, seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto (1998), dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai soko guru  perekonomian,
secara umum merupakan pilar ekonomi yang "jalannya paling terseok" dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS. Padahal, koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah (bahkan berlebihan) sesuai kedudukan istimewa dari koperasi di dalam sistem perekonomian Indonesia. Sebagai soko guru  perekonomian, ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama  berdasar atas asas kekeluargaan".
 Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Pengembangan koperasi di Indonesia selama ini barulah sebatas konsep yang indah, namun sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin  banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum, namun kehadirannya tidak membawa manfaat sama sekali. Koperasi tidak mungkin tumbuh dan  berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada  pemuasan keperluan dan keinginan konsumen.
Koperasi perlu diarahkan pada prinsip  pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global. Dari kemungkinan banyak faktor penyebab kurang baiknya  perkembangan koperasi di Indonesia selama ini, menganggap bahwa salah satunya yang paling serius adalah masalah manajemen dan organisasi Pengembangan koperasi, pasca Undang-Undang tentang perkoperasian yang baru, haruslah mampu mewujudkan koperasi sejati dan bermanfaat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana amanat pendiri negeri ini, khususnya Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Karena keyakinannya akan koperasi, maka Bung Hatta berjuang agar koperasi ada cantolan dalam konstitusi dan telah diwujudkan pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Bung Hatta, sebagai pendiri negeri tercinta ini sangat ingin sekali dan percaya  bahwa hanya dengan berkoperasi, maka kedaulatan ekonomi, sosial, dan politik akan terwujud. Melalui koperasi, rakyat akan terbebas dari penindasan, karena dengan berkoperasi mereka akan lebih kuat, seperti dalam peribahasa “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”.
Untuk mewujudkan koperasi yang berkembang lebih baik dimasa mendatang, maka ada  beberapa hal yang kiranya perlu diperhatikan dalam mendirikan koperasi, yaitu:
1.     Pertama,
setiap anggota masyarakat yang hendak mendirikan koperasi harus didasari oleh kepentingan ekonomi yang sama. Setiap anggota koperasi harus memiliki pandangan atau  persepsi yang sama terhadap koperasi, dimana hal ini kurang diperhatikan selama ini. Bahkan sebaiknya, setiap orang yang ingin menjadi anggota koperasi harus mengikuti pendidikan  perkoperasian. Sebagaimana telah dilaksanakan dengan baik selama ini oleh koperasi kredit.


2.     Kedua,
          pendirian koperasi harus dikesampingkan dari kepentingan sesaat yang hanya ingin mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Kalau hal ini terus dibiarkan berkembang dimasyarakat, maka koperasi selamanya tidak akan berkembang baik secara kualitas. Koperasi secara kuantitatif bertambah, namun kualitasnya tidak menggembirakan. Hal ini bisa diatasi kalau pendirian koperasi bukan karena tuntunan dari atas, atau dari pejabat atau pihak-pihak yang ingin mencari manfaat, tetapi koperasi harus betul-betul tumbuh dari kesadaran masyarakat mendirikan koperasi.
3.     Ketiga,
Koperasi Simpan Pinjam tidak boleh lagi menjalankan usahanya dengan menarik uang nasabah atau non-anggota dan memberikan pinjaman kepada non-anggota selama bertahun-tahun. Pengawasan Koperasi Simpan-Pinjam mestinya akan lebih ketat dan diharapkan aturan ditegakkan sehingga tidak ada pembiaran pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan-Pinjam selama iniyang justru banyak merugikan masyarakat. Koperasi Simpan Pinjam tidak boleh menjalankan usahanya sebagaimana perbankan, menarik dana dari masyarakat dan meminjamkan kepada masyarakat.
Dengan seperti itu, adanya Undang-Undang nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian akan membawa koperasi Indonesia menjadi lebih mandiri, bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat sesuai dengan cita-cita pendiri negeri dan cita-cita nasional bangsa indonesia yang tertuang dalam UUD 1945.




Sumber : http://www.academia.edu/6152990/Artikel_koperasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar